Mencintai Bulan



Matahari sedang mencintai bulan. Siapa bulan? Dia yang hadir ketika malam datang. Kehadiran yang hakiki ketika matahari ada di bawah jejak-jejak kaki. Matahari tidak pernah punya maksud. Entah bulan hadir ketika malam tiba, atau menggugat matahari ketika gerhana-gerhana muncul mengkudeta. Matahari tidak punya amarah, walau sejuta sinar hadir dalam dirinya. Walau merah membara setiap makhluk ketika berada di dekatnya. Matahari tidak punya amarah.
Bulan adalah hitam. Cuma terlihat ketika matahari membagi cahaya. Matahari tidak pernah merasa kehilangan sinar, atau juga cemburu ketika semua manusia mencintai bulan. Matahari sadar, dia tidak memiliki apapun, tidak juga keindahan, hanya sinar yang terang benderang.
Suatu hari bulan mencintai bintang. Bintang-bintang dirakit menjadi tahun, sebagian dirajut untuk menjadi penghangat bulan jika musim dingin tiba. Matahari pernah begitu mencemburui bintang, namun hanya sesaat. Matahari sadar, bulan dan matahari tidak akan pernah bersatu. Matahari cuma mampu memberikan cahaya, namun tidak untuk mendekati.
Matahari mulai mengerti bahwa bulan lebih membutuhkan Bintang daripada matahari membutuhkan bulan. Tanpa bintang, bulan seperti kehilangan makna. Matahari teramat mengerti. Namun matahari tidak pernah bilang, setiap malam, ketika bulan ada di puncak dan matahari ada di kaki-kaki, matahari selalu tersenyum dan bulan selalu riang. Bagi matahari, senyum bulan yang terpancar dari gerakan sabit lebih berarti. Matahari beribu-ribu tahun belajar untuk mengerti.
Suatu hari bulan dengan ceria bercerita kepada matahari. Bahwa, sejenak setelah ucap ini tiba, bulan akan segera dinikahi Bintang. Matahari tersenyum, tiada perih, terlebih ketika bulan begitu gembira. Tiba-tiba hari ini matahari mati. Semua bumi padam. Manusia panik. Beberapa dari mereka menunggu malam, berharap bulan datang dengan purnama yang sempurna. Bulan kebingungan. Tanpa matahari ternyata dia tiada berarti. Bintang yang awalnya dicintai ternyata tiada berarti apa-apa. Ternyata, dari awal bulan lebih membutuhkan matahari daripada kebutuhan akan bintang. Bulan menangis, sangat dalam. Kepiluan yang hebat membuat bulan semakin hitam. Tetapi matahari tidak kembali. Dan bulan meratap. Semua telah padam. Purnama tidak akan pernah kembali datang.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

SMA NEGERI 1 CURUG: Dalam Kenangan

LAUNCHING BUKU ANTOLOGI PUISI SELIMUT SAJAK DI ANGANCIPTA KARYA PELAJAR SMA KHARISMA BANGSA

SDN BOJONGNANGKA: Si Lugu