KHITAN: PISANGKU TAK SEPANJANG DULU

Rabu, 25 Febuari 1996—Usiaku kini beranjak 6 Tahun, seusiaku akhirakhir ini dipaksa untuk melakukan khitanan. khitan merupakan suatu tradisi dan budaya agama islam untuk memotong kubul  bagian atas agar tidak menutupi dan menjadikannya suci dari najis dan sebagainya.

Aku pun dipaksa untuk melakukan hal itu. hal yang merupakan ketakutan yang selama ini aku rasa. Khitanan adalah momok menakutkan bagiku. entah bagaiman aku dapat melepatina, ada yang bilang untuk melewati khitana kita harus melakukanya, maka ketakutan itupun akan hilang dan takkan menghantui kita kembali.

Dua bulan kemudian, aku pun memberanikan diri untuk melakukan khitanan. hal ini saya lakukan agar dapat melewati ketakutan tersebut. selain keluarga, banyak orang yang mengantarkanku ke pengkong—dokter sunat pada saat itu—dan sedikit orang yang tak mengantarkanku. ketika itu, sesampainya di rumah pengkon, aku mendapatkan nomer urutan paling terakhir. namun tak terasa walaupun urutan terakhir namun cepat sekali aku dipanggil oleh asistennya. aku langsung berbaring di sebuah ranjang berukuran kecil dan berkasur selimut putih.

Aku melihat banyak peralatan Khitan diantaranya, pisau, gunting, pacul, arit, golok dan lainnya. terkaget aku melihat itu semua, ketakutanku memuncak dan aku coba untuk berontak namun aku tak bisa, karena banyak tangantangan yang memegangi kaki, tangan, badan, sampai kepala. aku hanya bisa pasrah ketika benda tajam itu mengiris kubul bagian atasku itu.
kebngungan pun menghantui, ketika pengkong itu bilang bahwa kitanannya sudah selesai dan aku oleh keluar. aku jujur tak merasakan apaapa, hanya saja aku lihat ada semut yang entah menggit apa dan itulah yang aku rasa.

Kebanggaanku bukan ketika aku selesi khitanan, namun ketika aku mendapatkan banyak uang dari saudara, keluarga, maupun tetangga yang menengokku ke rumah. Aku mendapatkan uang sekitar 1 juta dan langsung aku belikan sepeda baru.

Setelah kubulku sembuh dan kering luka dari irisan golok itu, aku terkaget melihat kubul itu tak seperti biasanya. Sekejap aku menangis, ibuku langsung bertanya "kenapa kamu menangis?". "Ibu, bu.. kubulku tak sepanjang dulu lagi".

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SMA NEGERI 1 CURUG: Dalam Kenangan

LAUNCHING BUKU ANTOLOGI PUISI SELIMUT SAJAK DI ANGANCIPTA KARYA PELAJAR SMA KHARISMA BANGSA

SDN BOJONGNANGKA: Si Lugu